Menerima: Ada Apanya atau Apa Adanya?

Menerima: Ada Apanya atau Apa Adanya?
“You can’t run away from who you are” adalah kutipan yang bertebaran di mana-mana. Kalimat itu bahkan seolah jadi mantra yang membuat sebuah film merajai tangga box office dan blockbuster. Ya, terutama film-film bertema Superhero atau Assassin.

Coba saja meluangkan sejenak waktu untuk menonton Top Assassin Movies So Far, kalimat itu selalu saja muncul dalam dialog dan subtitle. Sejak “Hitman”, “Jason Bourne” hingga “John Wick”.

Baru-baru ini, saya bahkan menemukan kalimat yang sama dalam serial “Warrior Nun”, kisah tentang Konggregasi Suster-suster yang dilatih untuk memerangi iblis. Semacam narasi eksorsisme yang dibalut aksi “Edge of Tomorrow”.

Who Am I?

“Kamu tidak bisa berpaling dari dirimu yang sebenarnya”, atau “Kamu tidak bisa mengingkari jati dirimu”.

Kira-kira demikianlah kalimat itu diterjemahkan.

Rerasanya, itu juga yang disiratkan tiap mengisi materi “Who Am I?” a.k.a “Siapakah Aku?” bagi adik-adik yang menjalani Masa Penerimaan Anggota Baru (MPAB) di Margasiswa.

Tentu, protopsikologi ala Florence Littauer yang saban tahun dipakai sebagai rujukan materi itu bukanlah metode yang paling sempurna untuk mengajak para peserta masuk lebih jauh mengenal “Siapakah Aku?”.

Mereka hanya sampai ke identifikasi diri dalam empat kotak: atau Sanguinis, atau Koleris, atau Melankolis, atau Plegmatis. Itu pun kalau setelah masa MPAB, ada yang mengerjakan pe er, mencari tahu lebih jauh tentang empat klasifikasi itu.

Tetapi, sepertinya itu cukup. Mengingat waktunya cuma 1,5 jam. Juga, rasanya pantas. Mengingat materi empat tipe kepribadian versi Florence Littauer sebenarnya adalah pengembangan lebih lanjut atas teknik klasifikasi yang telah ditemukan Hippokrates sejak abad ketiga sebelum Masehi.

Cukup efektif, kalau diingat-ingat.

Dulu, saat mendaftarkan diri masuk PMKRI dan menjalani masa MPAB, saya juga mendapatkan materi yang sama. Setelah mengisi serangkaian pertanyaan, akhirnya ketemu: ternyata saya Melankolis Sempurna.

Lengkap sudah: Shio Kelinci, Zodiak Virgo, Weton Kamis Pahing, dan … Melankolis Sempurna.

Ah, apa tidak ada gambaran yang lebih sendu dari itu?

Being Instead of Having

Menemukan bahwa saya ternyata masuk dalam kelompok Melankolis Sempurna memang cukup banyak mencerahkan. 
Hal itu menjelaskan banyak hal, termasuk keengganan untuk jadi pusat perhatian dan keriweuhan dengan detail-detail kecil yang menurut orang lain layak dikomentari dengan “Apa sih?”.
Itu juga menjelaskan ketertarikan saya dengan orang-orang Sanguinis, dengan kemampuan mereka beradaptasi dalam beragam situasi, membaur di berbagai kelompok, dan menjadi pusat perhatian di setiap kesempatan.
Atau menjelaskan, kenapa saya selalu memberontak terhadap titah dan perintah dari para Koleris yang cenderung kelewat membatasi kreatifitas, serta di saat yang sama, takjub dengan sikap santuy orang-orang dari kalangan Plegmatis.
Tetapi, hidup tidak berhenti di situ, di Jati Diri. 
Kadang, kamu terlahir sebagai anak sulung, yang suka-tidak-suka harus memainkan peran Koleris hingga akhir hayat.
Kadang, kamu punya bakat musik, yang mau-tidak-mau harus tampil di panggung layaknya seorang Sanguinis saban ada acara komunitas. 
Kadang, kamu juga hidup di NKRI, yang dinamika politiknya membuatmu tidak punya pilihan lain selain ‘bersikap’ Plegmatis; bukan cebong, bukan pula kampret.

Who You Want to Be?

Hidup memang kadang begitu. Sering, malah. Ia punya kecenderungan untuk bermain-main dengan segala misterinya.

Semisal menempatkan seorang Melankolis ke lingkungan yang mengharapkannya menjadi Koleris yang Kuat. Atau mempertemukannya dengan seorang kekasih yang mendambakan pasangan Sanguinis yang Populer. Atau menjerumuskannya ke tengah panik pandemi dan mengharapkan sikap seorang Plegmatis yang Damai.

Di saat-saat seperti itu,“You can’t run away from who you are” rerasanya menjadi nasihat yang percuma. Cuma ada di film-film. Bukan di kehidupan nyata.

Kecuali jika di kehidupan nyata, semua orang adalah sesama mantan peserta MPAB, yang paham bahwa dirimu adalah seorang Melankolis Sejati dan memperlakukanmu sebagaimana selayaknya. Ah, tidak juga.

Atau, akan ada saat seperti itu.

Saat misteri hidup mempertemukanmu dengan seseorang di sudut jagad raya ini, yang benar-benar paham dengan ungkapan itu: menerimamu apa adanya, tanpa harus mengharapkanmu menjadi orang lain.

Menerima bahwa kamu adalah seorang melankolis.

Atau Koleris. Atau Plegmatis. Atau Sanguinis.

Atau cebong. Atau Kampret.

Eh, Apa sih??

Menerima: Ada Apanya atau Apa Adanya?

*Senjakarta, Sebelum malam Minggu

Exit mobile version