Kopi Susu dan Perjalanan Setelah Kematian

Umur masakan itu sudah lebih dari 4000 tahun. Disajikan dalam sekian jenis varian rasa dan harga. Di Jakarta, sebuah tempat nun jauh di sudut Jakbar jadi pilihan saya untuk mencicipinya. Bakmie Aloi.

Sebenarnya, bukan karena bakmie-nya yang bercitarasa Palembang. Bukan juga karena di sajiannya ada varian menu B2, yang susah-susah gampang ditemukan di Mamakota. Tetapi karena rasa kopinya. Kopi Susu.

You know how, derita setiap pemuja tembakau setiap kali habis makan enak: tanpa ditutup dengan mendupai rongga dada, perjamuan itu tidak akan pernah sempurna. Apalagi jika pendupaan itu tidak ditemani secangkir kopi yang rasanya tak kalah dari hidangan menu utama.

Bagi kami, itulah dessert dalam arti sebenar-benarnya.

Bakmie Aloi punya kopi susu yang sempurna. Baik itu tampilannya, pun rasanya ketika disajikan dalam gelas. Mencecap dan mencicipi kesederhanaannya secara perlahan menghadirkan kemewahan tersendiri di lidah. Puas.

Ya. Tidak setiap hari kamu mencicipi kopi susu lantas sekaligus merasa seperti Nobunaga yang berhasil ‘menundukkan’ Saito Dosan: menang tanpa ngasorake.

Karena, itulah sejatinya kopi susu. Perpaduan unik antara hitam dan putih. Kesempurnaannya hanya bisa dirasakan saat mensyukuri bahwa keduanya seimbang, setara.

Bahwa perpaduan itu tak pernah disebut Susu Kopi, itu beda lagi.

Ibarat Yin dan Yang. Suka dan Duka. Atau, Pahit dan Manis kehidupan. Selalu disebut dalam satu urutan yang sama. Tidak diputar balik. Begitupun Kopi Susu.

Ibarat menyebut Hidup, sebagai perjalanan dalam rentang Kelahiran sampai Kematian. Bukan sebaliknya.

Mungkin karena itulah, Tasseografi a.k.a Toto Kopi, tidak bisa dilakukan di ampas kopi susu. Karena tak ada masa depan yang bisa diramalkan setelah kematian, setelah kehidupan yang purna.

Kalau pun ada yang menawarkan untuk melihat di dasar gelas kopi, apalagi kopi susu, seperti apa ramalan perjalananmu setelah kematian, dia bukan manusia biasa. Mungkin dia Sang Odin yang sedang menyaru dari singgasana Asgard.

Atau, mungkin dia Pinokio yang sedang mencari recehan dari jualan narasi iman.

Kopi Susu dan Perjalanan Setelah Kematian

*Bakmie Aloi. Desember 2019.

Artikel SebelumnyaTernyata, Untuk Bisa Bahagia Itu Sederhana
Artikel BerikutnyaJak Lingko: Manggarai Punya Filosofi, Jakarta yang Melakoni