Gatot, Robert, dan Agus

Selain sahabat, ada juga yang namanya benda-sehidup-semati: kemana-mana pasti dibawa pergi. “Gatot, Robert, dan Agus” adalah adalah sebuah cerita tentang itu; bukan kisah epik tetang persahabatan ala The Three Musketeers tetapi tentang kebersamaan dengan sebungkus Gudang Garam Filter.

“I use the cigar for timing purposes. If I tell a joke, I smoke as long as they laugh and when they stop laughing I take the cigar out of my mouth and start my next joke.” – George Burns1George Burns adalah seorang komedian berkebangsaan Amerika Serikat. Ia lahir di New York pada 20 Januari 1896 dan meninggal pada 9 Maret 1996 saat usianya mencapai 100 tahun. Burns adalah satu dari sedikit perokok aktif yang berumur panjang. Uniknya, Google selalu selalu menampilkan foto sang aktor komedi ini dalam posenya yang sedang menggenggam sebatang cerutu. Kutipan di atas adalah salah satu kutipan favotit saya tentangnya, setelah yang satu ini: “If I get big laughs, I’m a comedian. If I get little laughs, I’m a humorist. If I get no laughs, I’m a singer.” Google Book, Burns’s Philosophy.

GATOT: Gagal Total

Gatot. Bukan nama orang. Itu nama yang kuberikan untuk dua minggu sia-sia berjuang menahan keinginan untuk tidak menyentuh pun mencium si ‘Pria Punya Selera’. Roh memang kuat, tapi daging lemah. Kata-kata itu memang bukan hanya untuk kawanan Petrus cs di taman Getzemani dua ribu tahun silam. Itu juga untukku; Yudas Iskariot yang mendupai Bait Allah dengan semerbak gudang Garam Filter.

#TanyaKenapa: Bukankah tubuh kita adalah Kemah Suci?

Semenjak ”Berawal Dari Cinta Separuh” ditelurkan, sekian banyak jampi-jampi telah kucoba. Awalnya berhasil, tapi kemudian gagal dengan sukses, sukses dengan kegagalan. Meskipun aku tahu bahwa merokok (meminjam bahasa Pater Alex Lanur, OFM), jelas tidak baik atau baik tapi tidak jelas, aku tetap tidak bisa mengingkari bahwa puntung dan asap adalah salah satu perabot kamar selain tikar dan bantal.2Sebelumnya di Berawal Dari Cinta Separuh: “… Kami juga slalu sama-sama. Ke mana-mana bertujuh. Dia pasti slalu ada di sa’p hati dan sa’p saku; entah saku baju atau saku celana. Akrabnya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Pagi-pagi, pas bangun, sa’ pasti langsung cari dia duluan sebelum cari kamar kecil. Malam juga begitu; cari dia dulu, baru cari tempat tidur …”

Aku bahkan sempat berpikir, inikah dilema Adam: ’coba-coba membawa nikmat?’ Nikmatnya kenapa? ada misteri di balik setiap kepulan asapnya, asap rokok. Bahkan, konon khabarnya, merokok bisa membawa kejernihan akal budi, membantu mengentengkan pikiran, dan mengisi ruang-ruang kosong di saat-saat sepi.
#TanyaKenapa: Sebagian besar perokok yang setia adalah penyendiri yang baik.

Apa gunanya selain membakar rupiah dan menghitamkan paru-paru? Untuk kedua pertanyaan itu, atau sekian jenis pertanyaan serupa, aku memang telah siap dengan segudang alasan. Banyak. ”Berawal Dari Cinta Separuh” adalah salah satunya.Aku seakan mendadak bijak jika ada yang mempertanyakan ”apa sih manfaat dari mengepulkan asap tembakau?”3Dalam pergulatan menjawab pertanyaan teman-teman yang #AntiRokok, saya kemudian menemukan artikel ini: Ceremonial Use of Tobacco. Bagus untuk dibaca, baik bagi para perokok fanatik, maupun para sahabat yang aktif mengkampanyekan Gerakan Bebas Asap Rokok Se-tana lino (sedunia). Membacanya, pasti akan membuka cakrawala perspektif yang berbeda. 

Jujur, dalam hati aku sadar, semua alasan yang aku berikan cuma filosofi-sampah-tak-terdaur. Aku malu, malu dengan diriku sendiri. Malu karena aku rela berbohong, rela melakukan harakiri, rela membalas sinisan dengan cibiran, demi asap.Demi tembakau!!
#TanyaKenapa: Sebagian besar perokok pernah berbohong bahwa dia tidak-merokok.

”Tuhan, berikan aku hidup satu kali lagi, nanti aku tidak bakalan menyentuh tembakau atau apapun yang masih punya tali kekerabatan dengan marga nikotin. Please, Tuhan.”

”JOAKKK!!! Joak pesek, Tuhan. Jan’ dengar dia’p doa”
Mungkin itu bantahan yang bakal disuarakan malaikat pelindungku sendiri. Bagaimana tidak, jika aku sendiri memang tak seratus persen yakin dengan ’doa janjiku’ itu, apalagi malaikat pelindungku.

Semua auman suara hati, putusan optio fundamentalis, bisikan-bisikan nilai moral, pun gema suara superego tentang baik-buruknya, benar-salahnya, mesti-tak perlunya tidak merokok, tak pernah bisa menembus otak bebalku yang kian hari kian menjadi setegar karang setelah konsumsiku naik jadi satu bungkus per hari.
#TanyaKenapa: Ungkapan lain dari peringatan di bungkusan rokok adalah “Mau hidup atau mau rokok?!!”. Toh, rokok tetap terjual laku dengan sukses.4Jumlah para perokok di dunia saat ini mencapai 1,3 miliar orang dan Indonesia menduduki posisi ketiga setelah China dan India untuk urusan konsumsi rokok. Diperkirakan, dalam 10 tahun direkrut 10 juta perokok baru di Indonesia ditambah dengan fakta bahwa sekitar 65,6 juta perempuan dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap rokok setiap tahunnya. Ironis, memang. Biaya rawat inap akibat merokok di Indonesia diperkirakan mencapai Rp2,9 triliun per tahun. Sedangkan, per tahunnya, sekitar 428.000 kematian di Indonesia diakibatkan oleh kebiasaan merokok: jumlah itu setara dengan 22,5 persen total kematian di Indonesia. Di sisi lain, dalam setahun, sebanyak Rp130 triliun dibakar untuk konsumsi tembakau di Indonesia. Angka itu berujung pada pemasukan bagi negara dari penerimaan cukai tembakau sebanyak Rp16,5 triliun. Dikutip dari Fakta Rokok.

banyak wanita tak suka pria perokok

ROBERT: Rontok Berat

Robert, Rontok Berat.5Ah, ya. Untuk Sub-bagian ini, Anda mungkin butuh penerjemah. Sebaiknya dia orang Manggarai; tak harus penerjemah bersertifikat resmi. Sa lupa-lupa ingat, siapa yang kasih tau ’tu kepanjangan dari sa’p nama depan. Cuka ma’a betul itu orang. Sa hanya ingat waktu dia kasih tau itu, sa’p muka langsung merah padam macam rambutan pasar.

Tau saja tho, bagaimana warna-nya rambutan yang dijual di pasar-pasar (yang jelas, mreka tir jual rambutan mentah yang warnanya ijo!). Olee.. apalagi waktu itu sa’ masih kuat malu; gelang keta ritak eme loer ce koe kaut lata. Untung skarang su’ muka badak (Ha?!)

Sa ganti dia’p kepanjangan. Robert, (pe)Rokok Berat. Memang, tu kepanjangan yang baru tir ada unsur keren-nya, tapi sa rasa itu lebih sesui dengan kenyataan: sa banyak rokok dan sa’p rambut kribo rimba, kribo yang tir bakalan rontok-rontok. Kribo memang membuat gaya rambut cepak menjadi pilihan utama dalam satu dekade terakhir. Hemat rebounding. (Haha!!)

Ada satu pengalaman kecil dengan sa’p teman-teman sesama Robert, sesama (pe)rokok berat. Dulu, pas masih di asrama, dalam sebulan kami biasanya ada jatah ’minggu-ke-luar’ alias minggu boleh jalan-jalan keluar asrama. Nah, satu kali ni, kami pesiar di rumah salah satu Oom karyawan asrama. Kbetulan, itu Oom juga sesama Robert. (Wkwkwk..)

Jadi sudah… Habis makan jagung muda, minum kopi manis, makan ubi rebus, minum air kelapa, plus makan siang dan minum tuak bakok, kami duduk-duduk di kamar tamu. Becur eee… Kalo sja perut ada mulut, Oee.. pasti dia su maki-maki suruh kami cukup sudah makan lagi. Aeh, damang e, ita ca, wincang. Ita ca, kodel. Ita ca, ’somal’. Ita kole ho’ot ca, sikat.. Memang e, dasar anak asrama. Tida’ bagus. (Ckckck!!)

Oh iya, lanjut. Habis itu, pas lagi dudu-duduk di kamar tamu, itu Oom tawar kami rokok. Judul’n rongko ho’o ga, Samudra Biru. Dila taung mata dami’t lima. Meskipun ada saokan-saokan bernada rese semisal :”Asa nanang coba ite Om ho’o ta?”, atau ”Kesa, jaga toing kole liha le tuang to’ong e..” Toh akhirnya kami, Robert berlima, ikut ambil bagian dalam penjelajahan kenikmatan Samudra biru itu.

Sa masih ingat e, ada sa’p teman yang pisi-pasak toe rongko, kali hia kole ata’t jago pande huruf ’Oooo’ one mai nus rongko. Ada ju’ yang awalnya gengsi isap Samudra, ”Bo’m Mallboro ta, Om..” nggitu de taen. Kali hia kole ata ciwi do’n rongko; ca di dami’t iwon, sua batang ca gelas tuak bakok diha’n ga.. Yudas e, Yudas… (Hadeuh!!)

Pas keta reme asyik kembusn nus rongko hitu, cain frater pembina asrama. Olee.. pencerahan batin nia main kaut de tuang hitu tara lejong kole ce’e rumah yang sama, ga? Maka, tak terduga kole tua’n. Calak doing, b’olo mai para kaut gi.

Nanaa.. Diki-dakang dami’t lima ceha rongko ata ngai dila’d. Manga’s ata oke ngger pe’ang lewat jendela’d. Manga’s ata pande mati one saku jeket’d. Manga kole’s ata tene le gelas inung’d. Pokonya, pake manajemen panik kaut ta.. Pas masuk b’one tuang ho’o, hilang jejak. Tir ada tanda-tanda kami tadi ada pegang Samudra di tangan. (Hufth..)

Padahal, pas pulang ke asrama, itu frater minta kami menghadap ke kamar. Jejer dami ge.. ”Haeng tite bao ta, kesa,” ”Poli ta, kesa. Pasti hena siksa ite ho’o to’ong e..” Begitu kami pung tema bisik-bisik di depan dia’p kamar. Ternyata bukan. Bukan untuk itu dia panggil kami. Dia cuma mau bilang:

”Lain kali, kalau masih ada apinya, jangan buang puntung di bawah orang punya tikar. Tadi pas saya masuk, saya liat ada berapa memang ’titik api’ di tikar-tikarnya om Hans.” (WAdaAOWW!!!)

Ibarat harta, tahta dan wanitaAGUS: Agak Guyon Sedikit

Sa tir tau, pasti ini betul ato tidak. Dengar-dengar, nanti ada peraturan untuk keluarga para pecandu rokok. Katanya, klo mreka’p kluarga yang sehidup semati sama asap tembakau itu su tamat riwayat, di atas nisannya wajib ditulis: ”GA ADA LOE GA RAME!!” #Ups! Itu kan kata-kata iklan…?

Depok, pukul tiga dini hari, Februari 2010

Diperbaharui pada Februari 2015

Gatot, Robert, dan Agus sebenarnya adalah tiga catatan berbeda yang dijejalkan dalam satu judul. “Catatan” yang terakhir, Agus: Agak Guyon Sedikit, aslinya agak panjang. Dipotong, demi memperkecil bounch rate: biar pembaca tak keburu pergi setelah tahu kalau keseluruhan ceritanya ternyata sepanjang Anyer-Panarukan. Heuheuheu…

Masing-masing judulnya tetap dipertahankan, bukan untuk memunculkan kesan mirip dengan kisah The Three Musketeers. Sekali lagi, bukan itu. Mmm.. apa, ya? Kurang lebih, begini: saya tertarik untuk menyatukan tiga tulisan yang ber-tema sama itu, karena saya penasaran dengan pemakaian kata-kata tiga-serangkai yang jamak digunakan dalam perbendaharaan kosa kata percakapan harian.

Ambil contoh “Rokok, Kopi, dan Alkohol”, tiga kata sakti yang belakangan dipopulerkan kembali oleh Lipooz, Rapper asal Manggarai-Flores, dalam salah satu lirik lagunya (Saya lupa judulnya, maaf). Berikutnya, “Harta, Tahta, dan wanita”. Untuk istilah yang ini sudah tak perlu dijelaskan lagi. Salah satu stasiun televisi swasta bahkan menjadikan ketiga kata itu sebagai judul salah satu mata acara mereka. Masih banyak lagi.

Dalam upacara adat di Manggarai pun, tiga pasangan kata bertaut juga kerap terdengar. “Kala, Raci, Tahang”, misalnya (sirih, pinang, dan kapur – tiga bahan wajib untuk mengunyah sirih). Atau, “mbako, manuk, agu tuak” (Rokok, Ayam, dan Tuak – tiga kelengkapan utama yang sepengetahuan saya, selalu ada dalam upacara adat di Manggarai). Memang, tak ada hubungannya dengan “Gatot, Robert, dan Agus”. Hal yang menggelitik saya adalah, ketertautan mereka.

Sebagaimana yang disebutkan di awal tulisan, seperti The Three Musketeers yang jadi sahabat sehidup semati, ada juga yang namanya benda-sehidup-semati: kemana-mana selalu bersama, atau kemana-mana pasti akan dibawa pergi. Dalam konteks tema tulisan ini, saya juga punya benda-sehidup-semati. Namanya Gudang Garam Filter. Hanya saja, saya selalu mengambil sikap bermusuhan; mencoba menjauhkannya atau menjauh pergi darinya.

Sayagnya, dalam rententan Cerita Nara Reba, kisah kami ujung-ujungnya mirip lirik lagu Broery Marantika: Pergi Untuk Kembali. Di situ kadang saya merasa sedih. Aisssh…

Catatan Narareba:

  • 1
    George Burns adalah seorang komedian berkebangsaan Amerika Serikat. Ia lahir di New York pada 20 Januari 1896 dan meninggal pada 9 Maret 1996 saat usianya mencapai 100 tahun. Burns adalah satu dari sedikit perokok aktif yang berumur panjang. Uniknya, Google selalu selalu menampilkan foto sang aktor komedi ini dalam posenya yang sedang menggenggam sebatang cerutu. Kutipan di atas adalah salah satu kutipan favotit saya tentangnya, setelah yang satu ini: “If I get big laughs, I’m a comedian. If I get little laughs, I’m a humorist. If I get no laughs, I’m a singer.” Google Book, Burns’s Philosophy.
  • 2
    Sebelumnya di Berawal Dari Cinta Separuh: “… Kami juga slalu sama-sama. Ke mana-mana bertujuh. Dia pasti slalu ada di sa’p hati dan sa’p saku; entah saku baju atau saku celana. Akrabnya sulit diungkapkan dengan kata-kata. Pagi-pagi, pas bangun, sa’ pasti langsung cari dia duluan sebelum cari kamar kecil. Malam juga begitu; cari dia dulu, baru cari tempat tidur …”
  • 3
    Dalam pergulatan menjawab pertanyaan teman-teman yang #AntiRokok, saya kemudian menemukan artikel ini: Ceremonial Use of Tobacco. Bagus untuk dibaca, baik bagi para perokok fanatik, maupun para sahabat yang aktif mengkampanyekan Gerakan Bebas Asap Rokok Se-tana lino (sedunia). Membacanya, pasti akan membuka cakrawala perspektif yang berbeda. 
  • 4
    Jumlah para perokok di dunia saat ini mencapai 1,3 miliar orang dan Indonesia menduduki posisi ketiga setelah China dan India untuk urusan konsumsi rokok. Diperkirakan, dalam 10 tahun direkrut 10 juta perokok baru di Indonesia ditambah dengan fakta bahwa sekitar 65,6 juta perempuan dan 43 juta anak-anak di Indonesia terpapar asap rokok setiap tahunnya. Ironis, memang. Biaya rawat inap akibat merokok di Indonesia diperkirakan mencapai Rp2,9 triliun per tahun. Sedangkan, per tahunnya, sekitar 428.000 kematian di Indonesia diakibatkan oleh kebiasaan merokok: jumlah itu setara dengan 22,5 persen total kematian di Indonesia. Di sisi lain, dalam setahun, sebanyak Rp130 triliun dibakar untuk konsumsi tembakau di Indonesia. Angka itu berujung pada pemasukan bagi negara dari penerimaan cukai tembakau sebanyak Rp16,5 triliun. Dikutip dari Fakta Rokok.
  • 5
    Ah, ya. Untuk Sub-bagian ini, Anda mungkin butuh penerjemah. Sebaiknya dia orang Manggarai; tak harus penerjemah bersertifikat resmi.
Artikel SebelumnyaBerawal Dari Cinta Separuh
Artikel BerikutnyaLanggo: Mendadak Homesick