Catatan Kecil: Langkas Haeng Ntala, Dopo Ce’e Wulang

Tarian-Caci-dari-Manggarai-Flores-NTT

Bulan keenam di nara-reba.blogspot.com. Saat menulis ini, saya teringat dengan pengalaman di tahun pertama menginjakkan kaki di Batavia, saat nomor angkutan umum yang dihafal cuma tiga: 01 (Mikrolet Senen – Kampung Melayu), 46 (Metromini Pulau Gadung – Kampung Melayu), dan 213 (Bus Grogol – Kampung Melayu).

Waktu itu Transjakarta belum ada; sebuah kemalangan tersendiri bila harus menjangkau daerah-daerah Jakarta yang kedengarannya masih asing di telinga seorang pendatang baru (Condet, Japat, Pekojan, atau Roa Malaka misalnya).

Ada tiga opsi utama bila memang harus menjangkau tempat-tempat yang ‘masih asing’ itu: Ojek, Bajaj, atau naik angkutan umum. Pilihan yang terakhir biasanya jarang diambil, karena kemungkinan lama-karena-tersesatnya lebih besar.

Saat itu Google Map belum secanggih sekarang ini dan mantra kuno “malu bertanya sesat di jalan” benar-benar terasa keampuhannya. Kalau sudah tersesat, ibarat kata, dari Manggarai mau ke Bajawa lewat Lembata. Mati sudah!!

Selain Peta Jakarta, Bang Tukang Ojek, dan Para Sahabat sesama pengamen jalanan, guru terbaik untuk menghindari ke-tersesat-an di Jakarta adalah para senior yang sudah lebih dulu merantau ke Ibu Kota negara ini.

Masa-masa awal di tahun duaribu-an menyimpan kisah-kisah manis tentang persaudaraan sesama perantau Manggarai di Jakarta. Ikatan antar sesama perantau Manggarai terasa begitu kuat.

Itu tidak terlepas dari sering diadakannya kegiatan-kegiatan budaya, aktifnya sanggar dan komunitas diskusi intelektual, hidupnya paduan suara bersama, dan masih banyak lagi kegiatan lain di mana kami-kami yang masih junior masih sering bertemu dan menimba ilmu dari para senior dan sesepuh yang sudah lama menetap di Jakarta.

Sekarang, kegiatan-kegiatan seperti itu sudah mulai jarang. Mungkin karena Manggarai sudah dipecah jadi tiga kabupaten, begitupun komunitas masyarakat perantaunya; mungkin karena sudah terlalu banyak orang yang bisa dan nekat ke Jakarta sehingga cukup sulit menyatukan yang banyak itu

Mungkin karena sudah tidak ada lagi tokoh yang bisa menyatukan orang-orang Manggarai lepas dari kepentingan politik; atau mungkin juga karena orang-orang kini lebih suka berkumpul dan bercengkrama di tempat yang lain: Facebook, misalnya.

Manggarai Raya dan Manggarai Maya

Tidak sedikit yang mengutarakan pendapat bahwa generasi muda Manggarai dewasa ini kurang terlalu peduli dengan adat, adat Manggarai. Tidak banyak angkatan muda Manggarai, terutama saudara muda Manggarai di perantauan yang aktif menjaga dan melestarikan warisan kebudayaan Manggarai.

Banyak yang sudah tidak tahu tata krama budaya Manggarai, itu juga yang sering dikeluh-kesahkan oleh beberapa kalangan senior di perantauan.

Sementara itu, di sisi lain, sangat disayangkan juga ketika ada saudara angkatan muda yang berbangga diri ketika para senior memberikan sebuah teguran halus: “Tadinya saya pikir Kraeng ini orang Jawa“.

Pertanyaannya yang kemudian muncul adalah, apa benar bahwa generasi muda Manggarai memang sudah kurang terlalu peduli dengan identitas ke-Manggaraian-nya?

Catatan ini bukan tentang jawaban atas benar atau tidak. Ini tentang gejala yang saya amati di Nara Reba Manggarai dalam rentang waktu enam bulan terakhir. Memang, Nara Reba Manggarai baru memiliki 57 postingan; belum cukup banyak untuk bisa menyebut diri Blogger.

Tetapi, ada hal yang menakjubkan yang saya jumpai di beranda admin blogger, di bagian statistik Blog, terkait sumber lalu lintas Pengunjung Nara Reba Manggarai. Saat ini, rata-rata pengunjung Blog Nara Reba Manggarai berkisar antara 80 – 120 orang per hari.

Google Analitics memberitahu bahwa 40 persen dari kisaran rata-rata itu, terhitung sebagai pengunjung baru. Itu artinya, jumlah pengunjung Nara Reba akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Yang ingin saya tekankan di sini bukan soal promosi blog, bahwa blog ini menarik, tulisannya bagus, atau semacamnya.

Ini tentang gejala, tentang fenomena, tentang geliat baru masyarakat Manggarai yang menggugah rasa keingintahuan saya.

Baiklah, saya mulai dari sini. Ini adalah Entri tetap yang dirujuk oleh Search Engine ke nara-reba.blogspot.com. Dengan kata lain, ini adalah frasa kunci yang selalu dicari di google.com, alexa.com, yahoo.com, bing.com atau mesin pencarian lainnya:

Sejarah Manggarai
– Asal-usul Orang Manggarai
– Karakter Orang Manggarai
– Orang Manggarai Flores NTT
– Bahasa Manggarai Flores
– Potensi Daerah Manggarai
– Profil Daerah Manggarai
– Lirik Lagu Daerah Manggarai
– Artikel Budaya dan Kebudayaan Manggarai
– Berita Terkini Tentang Manggarai Flores NTT

Itu adalah frasa atau entri-entri kunci yang membuat 40 % dari 80 pengunjung harian Nara Reba Manggarai masuk ke nara-reba.blogspot.com. Artinya, setiap harinya ada 32 orang baru dari seluruh dunia yang masuk mencari informasi di internet tentang Manggarai.

Dari 32 orang itu, sebagian besarnya (78 %) adalah pengunjung berusia 26 tahun ke bawah. Nah, statistik bisa saja keliru, tetapi melihat gejala di atas, masih relevankah pertanyaan di paragraf tiga di atas; bahwa generasi muda Manggarai sudah tidak lagi peduli dengan identitas ke-Manggaraian-nya?

Artikel SebelumnyaSemalam, Hari Ini, Setelahnya #5
Artikel BerikutnyaKaos Seminari Pius XII Kisol | Manggarai | Flores